Tiga orang murid Socrates (470 SM – 399 SM) bertanya kepada gurunya bagaimana mendapatkan seorang istri yang baik. Socrates tidak langsung menjawabnya, ia hanya menyuruh ke tiga muridnya menelusuri ladang gandum dan masing-masing memetik tangkai gadum yang paling besar.
Murid pertama menelusuri ladang gandum, tidak lama kemudian ia memetik setangkai gandum yang dinilainya paling besar. Tetapi ia segera menyesalinya, karena tidak jauh dari sana ia mendapatkan tangkai gandum yang lebih besar lagi.
Murid ke dua memetik pengalaman yang pertama, ia tidak segera memetik tangkai gandum, tetapi terus menerus memperbandingkannya. Hingga akhirnya ia tidak memetik satu tangkaipun gandum-gandum tersebut.
Murid ke tiga mengambil pengalaman kedua pendahulunya. Ia menggunakan 1/3 jarak tempuhnya untuk mengamati, bagaimana ukuran rata-rata tangkai-tangkai gandum di ladang tersebut, dari yang terkecil hingga yang terbesar. 1/3 jarak berikutnya digunakan untuk memastikan, apakah kesimpulan yang ia ambil itu sudah benar. Dan 1/3 jarak yang terakhir digunakannya untuk memetik satu tangkai gandum yang telah diyakininya paling besar.
Perhatian :
Jika gadum di atas adalah wanita, memilih gandum adalah memilih istri terbaik, maka istri yang didapatkan murid ketiga adalah yang paling sempurna. Istri murid pertama adalah jatuh cinta pada pandangan pertama, cinta seperti itu biasanya tidak bertahan lama, karena belum saling mengenal secara baik. Keinginan murid ke dua untuk mendapatkan seorang istri yang sempurna membuat ia berkali-kali kehilangan kesempatan dan akhirnya harus menjomblo. Hanya murid ketiga yang dengan tenang mengamati dan membandingkan satu dengan yang lainnya, sehingga bisa memperoleh seorang istri yang baik.
Hikmah yang diperoleh :
Tidak hanya memilih istri. Segala sesuatu yang didapatkan dengan buru-buru selalu banyak kekurangannya. Sebaliknya tiada sesuatu yang sempurna di dunia ini, jika terlalu menekankan kesempurnaan, pada akhirnya tidak ada yang bisa diperolehnya. Orang yang dengan sabar mengamati, mempelajari dan membandingkannya secara objektif, ia bisa memperoleh yang terbaik dalam penilaiannya.
Jakarta, 20 Desember 2009
Xiang Yi
Categories: Cerita Kebijaksanaan
Leave a Reply